Sequis: Asuransi Jiwa | Asuransi Kesehatan | Investasi di Indonesia - Sequis - Your Better Tomorrow

Candu & Fomo: Masalah Pengguna Media Sosial

19 Desember 2019



Hampir semua orang memiliki akun media sosial, terutama  Instagram dan Facebook. Tidak salah jika kita berterima kasih pada penemu dan pengembang media sosial karena telah membantu kita terkoneksi dengan teman lama dan menambah teman baru dari berbagai belahan dunia. Media sosial pun telah membantu banyak orang bahkan dunia bisnis untuk meningkatkan pendapatan. 

Manfaat lainnya adalah mudah dan cepatnya kita mendapatkan informasi tentang apa saja dan siapa saja. Manfaat ini terutama sangat dirasakan oleh generasi milenial. Media sosial begitu dekat dengan kehidupan dan aktivitas mereka. Sayangnya, tidak semua berhasil menggunakan media sosial sesuai fungsinya. Masalah yang sering terjadi pada pengguna media sosial adalah kecanduan media sosial dan takut ketinggalan infomormasi atau trennya FOMO (Fear of Missing Out).

Pertama, mari garis bawahi kata candu. Mulanya mungkin menggunakan media sosial dengan niat benar, seperti berjejaring atau berbisnis. Tetapi kenyataannya tidak setiap hari juga kita membuka media sosial untuk kepentingan tersebut. Alasannya bisa jadi sekadar mengisi waktu,  tidak bisa tidur, atau sekadar suka melihat content yang berseliweran di linimasa media sosial. Intinya, dari sekadar iseng jika terus dibiarkan dapat berkembang menjadi kebiasaan lalu ingin selalu mengecek media sosial. 

Kita perlu waspada jika sampai merasa sangat penting untuk selalu update status, merespon status orang lain, bolak-balik mengecek apakah ada yang merespon status kita, atau apakah ada follower baru. Bisa jadi, bagi sebagian orang, biasa saja jika tidak mendapatkan like atau tidak terlalu peduli dengan jumlah follower tetapi sebagian lagi memiliki obsesi berlebihan pada like, love, atau comment.

Kebiasaan lain menggunakan media sosial yang berpotensi mengganggu kesehatan jiwa adalah ada keinginan selalu terlihat paling update tentang masalah atau kegiatan yang sedang tren. Rasanya akan terlihat keren kalau kita paling tahu update soal artis, selegram, atau fashionista terkenal, seperti kemana mereka berlibur, jenis dan harga barang mahal apa yang mereka gunakan,  makanan yang populer di kalangan selebriti, dan lain sebagainya. Jika Anda bangga karena dianggap paling tahu dan cemas jika ketinggalan informasi serta merasa kesal dan kecewa jika orang lain lebih tahu hingga merasa tampilan Anda ketinggalan zaman dibanding yang terlihat di media sosial, waspada bisa terkena sindrom FOMO.

Sebelum jadi candu dan terkena sindrom FOMO, mari cek dan evaluasi diri tentang kebiasaan berselancar di media sosial. Daripada terkena sindrom ini akan lebih baik kita lakukan pengendalian diri, seperti membatasi mengakses media sosial atau jangan berlebihan, cobalah membiasakan untuk berkomunikasi secara langsung. Hal lainnya adalah tidak menggunakan atau meletakkan ponsel di dekat tempat tidur, membaca informasi hanya yang valid dan bermanfaat saja, batasi rutinitas mengecek notifikasi di ponsel, dan tentu saja fokus pada pekerjaan dan cita-cita Anda menjadikan hari esok yang lebih baik bersama keluarga. 

Jangan Abaikan Gangguan Mental
Mengingat media sosial dapat memicu terjadinya gangguan mental maka jika telah terjadi beberapa tanda secara terus menerus, seperti sulit tidur, sering marah, sering merasa sedih, merasa diri sendiri atau sekitarnya tidak bisa mengatasi masalahnya, serta terjadi perubahan pada fisik, seperti berat badan naik atau turun drastis maka sebaiknya periksa ke psikolog.  Sayangnya biaya konsultasi ke psikolog termasuk sangat tinggi di Indonesia. Untuk itu, Project Leader and Coordinator M!POWER by Sequis Alvina Rosa Beatrix mengatakan generasi milenial yang sangat dekat dengan media sosial perlu melengkapi diri dengan asuransi MiProtection dari MiPOWER by Sequis

“MiProtection menanggung biaya kesehatan untuk konsultasi kesehatan mental ke psikolog. Sejumlah biaya untuk kesehatan mental dapat dialihkan ke perusahaan asuransi sebagai penanggung jika milenial perlu berkonsultasi dengan psikolog untuk gangguan mental seperti Obsessive Compulsive Disorder (OCD), Bipolar, dan Skizofrenia, ditambahkan fasilitas no claim discount dan renewal discount sehingga keuangan milenial pun dapat tetap terjaga” sebut Alvina.

Memasuki akhir tahun 2019, Vina mengajak generasi milenial membuat resolusi tahun baru dengan komitmen memanfaatkan media sosial secara positif, yaitu untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi serta melengkapi diri dengan asuransi MiProtection sebagai upaya mengantisipasi gangguan mental akibat media sosial.

Informasi:

Lana Christy
PT Asuransi Jiwa Sequis Life
Tel: 021 5223 123 ext. 2110
lana.christy@sequislife.com    

Ineke Novianty Sinaga
PT Asuransi Jiwa Sequis Life 
Tel: 021 5223 123 ext. 2101
ineke.sinaga@sequislife.com
 

Butuh bantuan ?